13 Mei 2014
Jambi, Indonesia

Mereka ucapkan, ketika hendak merantau lekaslah temukan tujuan engkau kan pergi. Tanah rantauan itu bukanlah permainan. Bukan jua tempat bersenang-senang. Namun tidaklah berarti kan sengsara selamanya. Tapi ranah rantauan adalah tempat kau akan belajar.
Apapun akan terpelajari.
Tentang keluarga. Cinta. Mimpi. Masa depan. Perjuangan. Sahabat. Masa lalu. Saat ini. Hidup. Uang. Dan hal-hal yang disepelekan sebelumnya.
Dan dari semua hal itu alangkah berartinya rantauanmu bila engkau pergi dengan tujuan mulia.
Lantas apa itu, Alif? Apa tujuanmu beralih jauh dari tanah kelahiran? Apa yang membuatmu rela tinggalkan semua yang kau miliki saat ini?

Sering kali gua keingat nasehat itu.

Awalnya terlintas di benak bahwa tujuan merantau itu ya buat kuliah agar kelak di masa depan bisa bekerja di perusahaan besar dan mendapat gaji yang besar untuk ubah nasib keluarga.

Namun. Betapa hinanya bila itulah tujuannya. Terlalu hina tujuan hidup ini bila hanya demi uang!

Banyak yang telah anak berpenyakitan ini hadapi untuk tetap hidup. Bukan tentang uang alasan kenapa gua masih bertahan untuk hidup. Bukan harta dan tahta, apalagi wanita.

Sering kali gua jatuh. Terluka. Sekarat. Dan hampir mati. Namun tetap saja hati memaksa otak untuk gerakin seluruh komponen tubuh untuk terus bertahan dan bisa terus hidup. Dari hal itu gua sadar bahwa masih saja disehatkan setelah sering kali hampir mati adalah dengan satu tujuan.

Untuk membantu orang banyak.

“merantaulah agar kau tau ke mana harus pulang.”


Ya. Sudah gua tau tempat untuk kembali. Dan sudah pula tau kenapa beruntungnya gua masih bisa menghirup udara segar hingga senja ini. Meski hidup seringkali membalas kepedihan dan rasa sakit. Tapi gua kan terus hidup untuk membantu dan berbuat baik untuk orang lain.