2 September 2015

Inderalaya, Sumatera Selatan
Indonesia


Bicara tentang filosofi, mereka bilang kalo pengen ngerti suatu filosofi, lu kudu datang ke tempat pertama kalinya filosofi itu berasal.

Nah, harusnya gua datang ke Brazil atau setidaknya perkebunan kopi terdekat untuk ngerti filosofi kopi, tapi gua malah ngebangke di kedai yang kebetulan nyediain beberapa menu berbahan kopi.

Ga jelas sih, tapi menurut gua filosofi-filosofi itu datangnya dari manusia, makanya yang harus didatangi tuh bukan tempat di mana kopi berasal tapi ngedengar sendiri apa yang akan dikatakan hati tentangnya.

Kalo benar demikian, berarti jelaslah bakal beda-beda filosofi tiap orang tentang secangkir kopi.

Dan di sinilah gua sekarang, terduduk sendiri memandangi hiruk pikuk jalanan dengan secangkir moccafrio dingin. Salah satu coffee mix dengan rasa manis yang cukup nenangin hati diterik matahari pada siang yang berdebu di Inderalaya.

Manisnya moccafrio jelas ngegambarin kenyamanan terkait riang di hati.
...

Lalu bagaimana dengan kopi pahit?

Mungkin ga semenyenangkan moccafrio, namun ternyata banyak orang yang ngejadiin kopi pahit sebagai obat. 


Benar. Mereka benar. Kopi pahit adalah obat untuk banyak penyakit. Terkhusus bagi orang-orang yang telah merasakan pahitnya kehidupan.

Rasa pahitnya yang mengalir dari lidah hingga kerongkongan agaknya mampu ngebuat kita lupain sejenak pahitnya hidup. Dan kalo ga sanggup nahan pahit dan pekatnya, kita selalu memiliki dua pilihan. Tambah sedikit gula. Atau jangan minum lagi.

Gitu juga hidup. Kalo lu ga sanggup nahan pahitnya, kita selalu punya dua pilihan.

Nyari seseorang atau sesuatu yang mampu jadi gula buat ngehapus pahit dan pekat yang setiap hari meracuni hati. Atau nyerah ama hidup.